1. Setiap orang tidak selamat dari hasad
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Hasad adalah salah satu penyakit hati, dan hasad adalah penyakit yang dominan, maka tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit dari manusia. Oleh karena itu dikatakan: Tidak ada jasad yang kosong dari hasad, hanya saja orang yang buruk hatinya akan menampakkannya sedangkan orang yang mulia/baik hatinya akan menyembunyikannya." (Majmu' al-Fatawa, jilid 10)
2. Hasad dosa pertama yang dengannya Allah dimaksiati di langit dan dibumi
Al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam kitab tafsirnya: "Hasad merupakan dosa pertama Allah didurhakai di langit dan dosa pertama Allah didurhakai di bumi, (di langit) Iblis hasad kepada Adam dan (di bumi) Qobil hasad kepada Habil."
Penamaan Qabil dan Habil yang benar bukan dari Islam, namun dari riwayat Isroiliyyat. Allahu a’lam.
3. Hasad merupakan kezaliman kepada diri sendiri
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: "Saya tidak pernah melihat orang yang berbuat zhalim yang meyerupai orang yang terzhalimi dari pada orang yang hasad." (Fathul Qadir)
Maka itu seorang penyair bersenandung:
Katakan kepada orang pendengki bila ia melepas celaan
"Wahai orang yang zalim" namun dia seperti terzalimi
4. Hasad yang diperbolehkan
Tidak semua hasad diharamkan, ternyata ada hasad yang dibolehkan. Hasad jenis ini ulama artikan dengan ghibtoh. Yaitu seseorang ingin menjadi seperti temannya tanpa mengharapkan nikmat orang itu hilang darinya.
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan: "Tidak ada hasad (ghibtoh) yang teruji kecuali pada dua hal: (kepada) seorang yang Allah berikan harta lalu ia menghabiskannya untuk kebenaran, dan kepada seseorang yang Allah berikan hikmah lalu ia berhukum dengannya (mengamalkannya) dan mengajarkannya." (HR. al-Bukhari, Muslim, dll.)
Hikmah di sini artinya adalah al-Qur`an dan segala hal yang mencegah datangnya kejahilan (ketidaktahuan) dan menjauhkan dari hal buruk. (Fathul Bari oleh Ibnu Hajar dan Syarah Shahih Muslim oleh an-Nawawi)
5. Hadis lemah seputar hasad
Hadis tersebut berbunyi: Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Hati-hatilah kalian dari hasad, karena hasad dapat memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.” [Misykat al-Mashabih no. 5040, Dha'if at-Targhib no. 1723 & 1726, adh-Dha'ifah no. 1902, Dha'if Sunan Abu Dawud no. 4903]
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: "Hasad adalah salah satu penyakit hati, dan hasad adalah penyakit yang dominan, maka tidak ada yang selamat darinya kecuali sedikit dari manusia. Oleh karena itu dikatakan: Tidak ada jasad yang kosong dari hasad, hanya saja orang yang buruk hatinya akan menampakkannya sedangkan orang yang mulia/baik hatinya akan menyembunyikannya." (Majmu' al-Fatawa, jilid 10)
2. Hasad dosa pertama yang dengannya Allah dimaksiati di langit dan dibumi
Al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam kitab tafsirnya: "Hasad merupakan dosa pertama Allah didurhakai di langit dan dosa pertama Allah didurhakai di bumi, (di langit) Iblis hasad kepada Adam dan (di bumi) Qobil hasad kepada Habil."
Penamaan Qabil dan Habil yang benar bukan dari Islam, namun dari riwayat Isroiliyyat. Allahu a’lam.
3. Hasad merupakan kezaliman kepada diri sendiri
Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: "Saya tidak pernah melihat orang yang berbuat zhalim yang meyerupai orang yang terzhalimi dari pada orang yang hasad." (Fathul Qadir)
Maka itu seorang penyair bersenandung:
Katakan kepada orang pendengki bila ia melepas celaan
"Wahai orang yang zalim" namun dia seperti terzalimi
4. Hasad yang diperbolehkan
Tidak semua hasad diharamkan, ternyata ada hasad yang dibolehkan. Hasad jenis ini ulama artikan dengan ghibtoh. Yaitu seseorang ingin menjadi seperti temannya tanpa mengharapkan nikmat orang itu hilang darinya.
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan: "Tidak ada hasad (ghibtoh) yang teruji kecuali pada dua hal: (kepada) seorang yang Allah berikan harta lalu ia menghabiskannya untuk kebenaran, dan kepada seseorang yang Allah berikan hikmah lalu ia berhukum dengannya (mengamalkannya) dan mengajarkannya." (HR. al-Bukhari, Muslim, dll.)
Hikmah di sini artinya adalah al-Qur`an dan segala hal yang mencegah datangnya kejahilan (ketidaktahuan) dan menjauhkan dari hal buruk. (Fathul Bari oleh Ibnu Hajar dan Syarah Shahih Muslim oleh an-Nawawi)
5. Hadis lemah seputar hasad
Hadis tersebut berbunyi: Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Hati-hatilah kalian dari hasad, karena hasad dapat memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.” [Misykat al-Mashabih no. 5040, Dha'if at-Targhib no. 1723 & 1726, adh-Dha'ifah no. 1902, Dha'if Sunan Abu Dawud no. 4903]
HASAD DI MATA AL-QURTHUBI
Ucapan al-Qurthubi rahimahullah seputar hasad begitu banyak, berikut di antaranya:
وَقِيْلَ:
اَلْحَاسِدُ لاَ يَنَالُ فِي الْمَجَالِسِ إِلاَّ نَدَامَةً، وَلاَ
يَنَالُ عِنْدَ الْمَلاَئِكَةِ إِلاَّ لَعْنَةً وَبَغْضَاءَ، وَلاَ يَنَالُ
فِي الْخَلْوَةِ إِلاَّ جَزَعاً وَغَمّاً، وَلاَ يَنَالُ فِي الآخِرَةِ
إِلاَّ حُزْناً وَاحْتِرَاقاً، وَلاَ يَنَالُ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْداً
وَمَقْتاً.
Dikatakan:
orang hasad ketika di majelis tidak memperoleh apa-apa kecuali
penyesalan, di sisi malaikat tidak mendapatkan apa-apa kecuali laknat
dan kebencian, ketika menyendiri tidak merasakan melainkan keluh kesah
dan kesedihan, di akhirat tidak mendapatkan melainkan kesedihan dan rasa
panas, dan tidaklah ia mendapatkan dari Allah kecuali jarak yang
semakin jauh dan kebencian.
وَالْحَسَدُ أَوَّلُ ذَنْبٍ عُصِيَ
اللَّهُ بِهِ فِي السَّمَاءِ، وَأَوَّلُ ذَنْبٍ عُصِيَ بِهِ فِي الأَرْضِ،
فَحَسَدَ إِبْلِيْسُ آدَمَ، وَحَسَدَ قَابِيْلُ هَابِيْلَ.
Hasad
merupakan dosa pertama Allah didurhakai di langit dan dosa pertama Allah
didurhakai di bumi, (di langit) Iblis hasad kepada Adam dan (di bumi)
Qobil hasad kepada Habil.
قَالَ بَعْضُ الْحُكَمَاءِ: بَارَزَ
الْحَاسِدُ رَبَّهُ مِنْ خَمْسَةِ أَوْجُهٍ: أَحَدُهَا: أَنَّهُ أَبْغَضَ
كُلَّ نِعْمَةٍ ظَهَرَتْ عَلَى غَيْرِهِ. وَثَانِيْهَا: أَنَّهُ سَاخِطٌ
لِقِسْمَةِ رَبِّهِ، كَأَنَّهُ يَقُوْلُ: لِمَ قَسَمْتَ هَذِهِ
الْقِسْمَةَ؟ وَثَالِثُهَا: أَنَّهُ ضَادَّ فِعْلَ اللهِ، أَيْ إِنَّ
فَضْلَ اللهِ يُؤتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ، وَهُوَ يَبْخَلُ بِفَضْلِ اللهِ.
وَرَابِعُهَا: أَنَّهُ خَذَلَ أَوْلِيَاءَ اللهِ، أَوْ يُرِيْدُ
خِذْلاَنَهُمْ وَزَوَالَ النِّعْمَةِ عَنْهُمْ. وَخَامِسُهَا: أَنَّهُ
أَعَانَ عَدُوَّهُ إِبْلِيْسَ.
Sebagian orang bijak berkata: Orang
hasad menantang Rabb-nya dalam lima hal: pertama: ia membenci setiap
kenikmatan yang ada pada selainnya. Kedua: ia membenci pembagian
Rabb-nya, seakan-akan ia berkata: “mengapa Engkau membagi seperti ini?”
ketiga: ia melawan keputusan Allah, yakni Allah memberikan karunia-Nya
kepada siapa yang Dia kehendaki, tapi ia malah kikir akan karunia Allah.
Keempat: ia mencampakkan para wali Allah, ia ingin meninggalkan mereka
dan berharap nikmat itu hilang dari mereka. Kelima: ia menolong musuh
Allah yakni Iblis (laknatullah ‘alaihi).
Ketika menafsirkan surat al-Falaq beliau menutup tulisannya dengan perkataan:
Ketika menafsirkan surat al-Falaq beliau menutup tulisannya dengan perkataan:
وَجَعَلَ خَاتِمَةَ ذَلِكَ الْحَسَدَ تَنْبِيْهاً على عِظَمِهِ، وَكَثْرَةِ ضَرَرِهِ، وَالْحَاسِدُ عَدُوُّ نِعْمَةِ اللهِ.
Allah
menjadikan penutup surat tersebut berkenaan dengan hasad sebagai
peringatan akan dahsyatnya hasad dan begitu berbilang bahayanya. Dan
orang yang hasad adalah musuh bagi nikmat Allah.
[al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubi rahimahullah]
[al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an karya al-Qurthubi rahimahullah]
(1). Saudaraku, apabila Allah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berlindung dari hasad, firman-Nya:
قُلْ
أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ. مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ. وَمِنْ شَرِّ غَاسِقٍ
إِذَا وَقَبَ. وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِيْ الْعُقَدِ. وَمِنْ شَرِّ
حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ. [الفلق:1-5]
1. Katakanlah: "Aku berlindung kepada Rabb yang menguasai subuh.
2. Dari kejahatan makhluk-Nya. 3. Dan dari kejahatan malam apabila
telah gelap gulita. 4. Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir
yang menghembus pada buhul-buhul. 5. Dan dari kejahatan pendengki bila
ia dengki (hasad)." (QS. al-Falaq: 1-5)
(2). Dan apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun melarang kita dari hasad, sabda beliau: “Dan janganlah kalian saling hasad.” (HR. Muslim)
(3). Demikian pula apabila Jibril ‘alaihissalam ketika meruqyah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam –karena disihir Labid bin al-A'shom seorang Yahudi- ia memohon perlindungan dari hasad, Jibril berkata:
(2). Dan apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun melarang kita dari hasad, sabda beliau: “Dan janganlah kalian saling hasad.” (HR. Muslim)
(3). Demikian pula apabila Jibril ‘alaihissalam ketika meruqyah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam –karena disihir Labid bin al-A'shom seorang Yahudi- ia memohon perlindungan dari hasad, Jibril berkata:
بِسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ، مِنْ كُلِّ دَاءٍ يُؤْذِيْكَ، وَمِنْ شَرِّ كُلِّ حَاسِدٍ وَعَيْنٍ، اللَّهُ يَشْفِيْكَ
"Dengan
menyebut nama Allah aku meruqyahmu, dari segala penyakit yang
mengganggumu, dan dari kejahatan setiap orang yang hasad dan ‘ain,
semoga Allah menyembuhkanmu." (HR. Muslim)
(4). Apabila demikian, apakah pantas kita menenggelamkan diri ke dalam panasnya api hasad?! Apakah pantas kita durhaka terhadap perintah Nabi-Nya yang melarang kita dari hasad?! Apakah sudi bila kita termasuk ke dalam orang yang Jibril berlindung darinya, karena adanya hasad?!!
(5). Saudaraku, jauhilah hasad sebagaimana engkau lari dari singa yang siap memangsamu. Semoga Allah memudahkan usahamu. Aamiiiin...
(4). Apabila demikian, apakah pantas kita menenggelamkan diri ke dalam panasnya api hasad?! Apakah pantas kita durhaka terhadap perintah Nabi-Nya yang melarang kita dari hasad?! Apakah sudi bila kita termasuk ke dalam orang yang Jibril berlindung darinya, karena adanya hasad?!!
(5). Saudaraku, jauhilah hasad sebagaimana engkau lari dari singa yang siap memangsamu. Semoga Allah memudahkan usahamu. Aamiiiin...
1).
Contoh nyata dari ulama abad ke 20 adalah, perselisihan yang terjadi
Syaikh al-Albani dengan Syaikh Hamud at-Tuwaijiri rahimahumallah dalam
beberapa permasalahan. Satu sama lain saling membantah, setiap orang
memiliki pandangan sendiri-sendiri. Suatu ketika Syaikh al-Albani datang
ke kota Riyadh, tepatnya pada tahun 1410 H, dan ditemui oleh Syaikh
Hamud at-Tuwaijiri
pada acara perjamuan makan malam di rumah seorang ulama. lalu Syaikh
Hamud mengundang Syaikh al-Albani untuk berkunjung ke rumahnya, Syaikh
al-Albani pun memenuhi undangannya. Datanglah Syaikh al-Albani ke rumah
Syaikh Hamud, dan ternyata keduanya saling menghormati satu sama lain
dan saling mengutamakan saudaranya. Lenyaplah perselisihan dan yang
tersisa adalah persaudaraan dan saling sayang. Sekiranya engkau
bercerita bahwa Syaikh al-Albani pernah berkunjung ke rumah Syaikh Hamud
niscaya cerita ini tidak akan percaya, karena selama ini yang masyhur
dari keduanya adalah adanya perselisihan dalam beberapa permasalahan.
Lebih
dari itu, salah satu putra Syaikh Hamud bercerita bahwa di antara hal
yang membuat takjub para tamu undangan adalah, bahwa beliau sangat
menghormati Syaikh al-Albani, beliau sendiri yang menyuguhkan makanan
kepadanya dan lebih mengutamakan tamunya dari pada dirinya sendiri, dan
ketika pulang beliau mengantar Syaikh al-Albani sampai depan pintu.
Semoga Allah merahmati keduanya.
Alhamdulillah, meski berbeda pendapat mereka tidak hasad.
2). Syaikh Ali al-Halabi hafizhahullah bercerita: “Adapun yang kedua ialah kisah bersama Syaikh kita al-Albani rahimahullah, yakni sikap beliau terhadap Ustadz kami Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifa’i rahimahullah, Syaikh al-Albani tidak mau menegur Syaikh Muhammad Nasib beberapa tahun dikarenakan permasalahan keyakinan dalam ranah ijtihad. Meski demikian Syaikh al-Albani sangat tahu bahwa pada waktu itu kami sering mendatangi Syaikh Muhammad Nasib dan menyusun jadwal kajian yang diisi oleh beliau. Kami juga ikut membantu beliau dalam merampungkan beberapa tulisannya, sebagaimana kami pun pernah berkunjung ke rumah beliau dengan beberapa tamu mulia dari sana sini, dst. Namun, demi Allah, tidak pernah kami melihat Syaikh al-Albani suatu hari marah dengan sikap kami tersebut, beliau juga tidak meminta kami untuk merubah sikap tersebut, tidak mengancam atau menguji kami, dan tidak pula mengharuskan kami mengikuti beliau rahimahullah, apalagi sampai tidak tegur sapa dengan kami dan meragukan manhaj salaf kami, serta tidak pula beliau merendahkan kedudukan kami atau memperingatkan umat dari kami (mentahdzir kami).” (Manhaj as-Salaf ash-Shalih, cerita dari Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi)
Alhamdulillah, meski berselisih mereka tidak hasad.
3). Adalah al-'Allamah Syaikh Abdulhay al-Laknawi rahimahullah, salah seorang tokoh ulama besar yang sezaman dengan Syaikh Shiddiq Hasan Khan (ulama India Abad 13 H), ia sering membantah dan mengkritik Syaikh Shiddiq dalam risalah dan kitab yang ditulisnya, baik dengan isyarat maupun secara terang-terangan. Namun, ketika Syaikh mendengar kabar kematian Syaikh al-Laknawi, ia malah mendoakan rahmat untuknya.
as-Sayyid Ali Hasan, putra Syaikh Shiddiq bertutur: “Tatkala berita kematian al-'Allamah Abdulhay bin Abdulhalim al-Laknawi sampai kepada ayahku, Syaikh meletakkan tangannya ke dahi. Sejenak ia menundukkan kepala lalu mengangkatnya kembali dengan air mata berlinang di pipinya. Ia mendoakan kebaikan dan rahmat untuk Syaikh al-Laknawi dan berkata: “Hari ini, matahari ilmu telah tenggelam.” Ia melanjutkan: “Sesungguhnya perselisihan yang terjadi di antara kami hanya sebatas penelitian beberapa permasalahan saja.” Dan Syaikh tidak mau makan pada malam berkabungnya itu.
Allahu Akbar, indahnya agama bila didasari ilmu dan takwa, meskipun mereka saling berselisih, namun mereka tidak saling hasad. Semoga Allah merahmati ulama sunah dan memasukkan kita dan mereka ke dalam surga-Nya. Aamiiin.
Alhamdulillah, meski berbeda pendapat mereka tidak hasad.
2). Syaikh Ali al-Halabi hafizhahullah bercerita: “Adapun yang kedua ialah kisah bersama Syaikh kita al-Albani rahimahullah, yakni sikap beliau terhadap Ustadz kami Syaikh Muhammad Nasib ar-Rifa’i rahimahullah, Syaikh al-Albani tidak mau menegur Syaikh Muhammad Nasib beberapa tahun dikarenakan permasalahan keyakinan dalam ranah ijtihad. Meski demikian Syaikh al-Albani sangat tahu bahwa pada waktu itu kami sering mendatangi Syaikh Muhammad Nasib dan menyusun jadwal kajian yang diisi oleh beliau. Kami juga ikut membantu beliau dalam merampungkan beberapa tulisannya, sebagaimana kami pun pernah berkunjung ke rumah beliau dengan beberapa tamu mulia dari sana sini, dst. Namun, demi Allah, tidak pernah kami melihat Syaikh al-Albani suatu hari marah dengan sikap kami tersebut, beliau juga tidak meminta kami untuk merubah sikap tersebut, tidak mengancam atau menguji kami, dan tidak pula mengharuskan kami mengikuti beliau rahimahullah, apalagi sampai tidak tegur sapa dengan kami dan meragukan manhaj salaf kami, serta tidak pula beliau merendahkan kedudukan kami atau memperingatkan umat dari kami (mentahdzir kami).” (Manhaj as-Salaf ash-Shalih, cerita dari Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi)
Alhamdulillah, meski berselisih mereka tidak hasad.
3). Adalah al-'Allamah Syaikh Abdulhay al-Laknawi rahimahullah, salah seorang tokoh ulama besar yang sezaman dengan Syaikh Shiddiq Hasan Khan (ulama India Abad 13 H), ia sering membantah dan mengkritik Syaikh Shiddiq dalam risalah dan kitab yang ditulisnya, baik dengan isyarat maupun secara terang-terangan. Namun, ketika Syaikh mendengar kabar kematian Syaikh al-Laknawi, ia malah mendoakan rahmat untuknya.
as-Sayyid Ali Hasan, putra Syaikh Shiddiq bertutur: “Tatkala berita kematian al-'Allamah Abdulhay bin Abdulhalim al-Laknawi sampai kepada ayahku, Syaikh meletakkan tangannya ke dahi. Sejenak ia menundukkan kepala lalu mengangkatnya kembali dengan air mata berlinang di pipinya. Ia mendoakan kebaikan dan rahmat untuk Syaikh al-Laknawi dan berkata: “Hari ini, matahari ilmu telah tenggelam.” Ia melanjutkan: “Sesungguhnya perselisihan yang terjadi di antara kami hanya sebatas penelitian beberapa permasalahan saja.” Dan Syaikh tidak mau makan pada malam berkabungnya itu.
Allahu Akbar, indahnya agama bila didasari ilmu dan takwa, meskipun mereka saling berselisih, namun mereka tidak saling hasad. Semoga Allah merahmati ulama sunah dan memasukkan kita dan mereka ke dalam surga-Nya. Aamiiin.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Keburukan orang yang hasad kepada seseorang dapat ditolak dengan sepuluh hal berikut:
Pertama: Memohon perlindungan kepada Allah darinya.
Kedua: Bertakwa
kepada Allah, menjaga perintah dan larangan-Nya, karena barang siapa
yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjaganya dan tidak
membiarkannya kepada selain-Nya.
Ketiga: Sabar atas gangguan saingannya tersebut, tidak membalasnya dan mengeluhkannya, tidak ada yang ditolong dari orang yang hasad dan saingannya seperti ditolongnya orang yang sabar.
Keempat: Tawakal kepada Allah. Barang siapa yang tawakal kepada Allah maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya. Tawakal merupakan salah satu faktor terkuat yang dapat dipergunakan hamba untuk menolak gangguan makhluk, kezaliman dan permusuhannya.
Kelima: Mengosongkan hati dari mengurusi orang itu dan mengosongkan pikiran darinya. Hendaklah ia niat menghapus dari benaknya setiap kali hasad tersebut muncul. Janganlah ia menoleh dan jangan takut kepadanya. Jangan pula mengisi hatinya dengan memikirkannya.
Keenam: Menghadap kepada Allah dan ikhas kepada-Nya. Menjadikan kecintaannya kepada Allah, ridha kepada-Nya dan kembali kepada-Nya pada tempat di seluruh benak dirinya.
Ketujuh: Memurnikan taubat kepada Allah dari segala dosa.
Kedelapan: Bersedekah dan berbuat baik semampu kita.
Kesembilan: Dan ini termasuk cara tersulit dan terberat bagi diri. Tidaklah seseorang diberi taufik untuk melakukan hal ini kecuali orang yang mendapat keuntungan yang besar, yakni memadamkan api hasad dengan membalasnya dengan kebaikan. Setiap kali kejahatan dan hasad tersebut bertambah, dia akan lebih banyak lagi berbuat baik kepadanya, menasehatinya dan merasa iba kepadanya (karena buruknya hasad
Ketiga: Sabar atas gangguan saingannya tersebut, tidak membalasnya dan mengeluhkannya, tidak ada yang ditolong dari orang yang hasad dan saingannya seperti ditolongnya orang yang sabar.
Keempat: Tawakal kepada Allah. Barang siapa yang tawakal kepada Allah maka Allah akan memberikan kecukupan kepadanya. Tawakal merupakan salah satu faktor terkuat yang dapat dipergunakan hamba untuk menolak gangguan makhluk, kezaliman dan permusuhannya.
Kelima: Mengosongkan hati dari mengurusi orang itu dan mengosongkan pikiran darinya. Hendaklah ia niat menghapus dari benaknya setiap kali hasad tersebut muncul. Janganlah ia menoleh dan jangan takut kepadanya. Jangan pula mengisi hatinya dengan memikirkannya.
Keenam: Menghadap kepada Allah dan ikhas kepada-Nya. Menjadikan kecintaannya kepada Allah, ridha kepada-Nya dan kembali kepada-Nya pada tempat di seluruh benak dirinya.
Ketujuh: Memurnikan taubat kepada Allah dari segala dosa.
Kedelapan: Bersedekah dan berbuat baik semampu kita.
Kesembilan: Dan ini termasuk cara tersulit dan terberat bagi diri. Tidaklah seseorang diberi taufik untuk melakukan hal ini kecuali orang yang mendapat keuntungan yang besar, yakni memadamkan api hasad dengan membalasnya dengan kebaikan. Setiap kali kejahatan dan hasad tersebut bertambah, dia akan lebih banyak lagi berbuat baik kepadanya, menasehatinya dan merasa iba kepadanya (karena buruknya hasad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar