(1). HASAD, IRI, DENGKI
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Para ulama menyimpulkan bahwa tidak ada jiwa yang terbebas dari hasad, namun orang yang mulia berusaha menghilangkannya, sedangkan orang yang buruk akhlak akan menampakkannya.”
Para ulama menyimpulkan bahwa sekedar membenci kenikmatan yang ada pada diri orang lain sudah dinamakan hasad. Apalagi bila mengharapkan kenikmatan tersebut hilang darinya, maka ini lebih parah lagi.
Berikut beberapa tanda orang hasad dan beberapa obat penawarnya.
BEBERAPA TANDA ORANG HASAD:
1. Senang dengan kesalahan teman yang ia hasad kepadanya.
2. Senang apabila temannya itu tidak hadir pada urusan yang sedang ia rebutkan bersama.
3. Senang bila temannya digunjing (dighibahi) oleh orang lain.
4. Menjawab dengan sindiran jika ia ditanya tentang temannya itu.
5. Merasa sesak jika temannya itu yang ditanya atau disuruh berbicara di hadapan dirinya.
6. Mengecilkan ilmu dan kedudukan temannya itu.
7. Berusaha untuk mencari kesalahan ketika temannya berbicara dan mengkritiknya.
8. Tidak menyebutkan keutamaan atau suatu faedah darinya.
OBAT PENAWAR HASAD:
1. Mendoakan kebaikan untuk temannya tanpa sepengetahuannya.
2. Berusaha untuk selalu mencintainya dengan bertanya tentang keadaan diri dan keluarganya.
3. Berkunjung ke rumahnya.
4. Tidak rela bila temannya itu digunjing atau dijelek-jelekkan.
5. Lebih mengutamakan temannya itu dari pada dirinya.
6. Meminta pendapat atau nasihat dari temannya.
Berusahalah untuk menjauhinya, tidak ada kata terlambat untuk menuju kebaikan yang berujung kepada surga Allah ar-Rahman. Semoga Allah memudahkan jalan kita semua. Aamiiin.
[Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, karya Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan, hal. 97-103, dll.]
Mereka tidak hasad
1). Umar bin Khottob dahulu sering menemui Ibnu Abbas untuk menanyakan permasalahan agama, padahal umur antara keduanya bagaikan kakek dan cucu.
Ini bisa menjadi contoh bagi para orang tua yang melihat pemuda sekarang yang semangat belajar agama, bila ada ilmu yang baru dan sesuai sunnah, janganlah ia berucap: kamu tahu apa tentang agama? kamu itu masih muda kok mau nasihati yang tua !! kamu itu masih bau kencur ! dll.
Ketahuilah, ilmu tak kenal usia, bila anda mengaku kalah dengan yang masih muda dalam ilmu komputer, matematika, kimia, dll., mengapa anda tidak mau mengalah kepada yang lebih muda dalam urusan agama?!
2). Ibnu Abid-Dunya meriwayatkan dalam kitab ash-Shomtu bahwa dua sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni Sa'ad dan Kholid memiliki permasalahan pribadi, suatu ketika ada seorang mencela Kholid di hadapan Sa'ad, namun Sa'ad tidak ridha dengan hal tersebut dan berkata: "Jaga lisanmu, sesungguhnya perselisihan yang terjadi di antara kami bukan dalam hal agama."
Kalau kita sekarang malah berkata: "Terus hina dia, memang dia demikian dan demikian, dia pantas dikata-katai, dst." Allahul musta'an.
3). Al-Akhfasy seorang pakar nahwu menimba ilmu dari Sibawayh ( pakar nahwu juga ) dalam jangka waktu yang lama, padahal al-Akhfasy lebih tua dari pada Sibawayh, namun ia tidak iri dan dengki dengan Sibawayh dan ia rela merendahkan diri untuk mendapatkan ilmu darinya.
[Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, Syaikh as-Sadhan, 103-108]
Sekali lagi, Mereka Tidak Hasad
1). Imam Ahmad bin Hambal sering berselisih dengan Ishaq bin Rohuyah (Hohaway) rahimahullah dalam beberapa permasalahan, namun hal itu tidak membuat satu sama lain saling hasad dan iri dengki, sebaliknya Imam Ahmad malah memuji dan menyanjung Ishaq. Beliau berkata: "Tidak ada (ulama) yang berhasil sampai Khurasan semisal Ishaq, meski ia berselisih dengan kami dalam beberapa permasalahan, sebab manusia itu akan saling berselisih satu sama lain."
2). Sufyan bin 'Uyainah rahimahullah pernah ditanya suatu permasalahan, dan pada waktu itu ada Ibnu Wahb Syaikh Mesir, namun orang itu tetap bertanya kepada Sufyan. Sufyan paham bahwa ia bersama seorang ulama, maka itu ia sampaikan pertanyaan itu kepada Ibnu Wahb dan berkata: "Beliau ini Syaikh penduduk kota Mesir, beliau memiliki beberapa riwayat dari Ima Malik."
Perhatikanlah, Sufyan tidak cepat-cepat menjawabnya agar tidak diambil alih oleh Ibnu Wahb. Ini menunjukkan penghormatan satu salam lain di antara mereka dan jauhnya mereka dari hasad dan iri dengki.
3). Salamah berkata tentang al-Farro' (pakar nahwu): "Sungguh, aku sangat takjub kepada al-Farro', bagaimana ia memuliakan al-Kisa'i (pakar nahwu), padahal dirinya lebih agung, lebih banyak ilmunya dan lebih tua."
4). Muhammad bin Salaam dan Abu Hafsh rahimahumallah seorang pakar fikih sering berselisih, namun mereka tetap saling mencintai dan bersahabat, perbedaan itu tidak mendorong mereka untuk saling hasad dan iri dengki. adz-Dzahabi rahimahullah bercerita: "Di antara keduanya ada ikatan kasih sayang, persahabatan dan persatuan, padahal madzhab keduanya berbeda."
[Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, Syaikh as-Sadhan, 106-110]
10 KEBURUKAN DAN BAHAYA HASAD dampak ORANG YANG HASAD
1). Membenci keputusan Allah yang diberikan kepada saudaranya yang ia hasad kepadanya.
2). Melakukan perbuatan melampaui batas kepadanya dan menjauhkan orang lain dari saudaranya tersebut.
3). Hatinya panas membara bak di neraka, merasa sempit sekali meski dunia yang sangat luas.
4). Menyerupai yahudi yang hasad kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
5). Sekuat apapun hasadnya maka tidak bisa mengangkat nikmat yang ada pada saudaranya.
6). Hasad mengurangi kesempurnaan iman.
7). Menyebabkan dirinya tidak mau memohon dan meminta kepada Allah.
8). Meremehkan nikmat Allah yang ada pada dirinya.
9). Hasad akhlak yang sangat buruk.
10). Orang yang dia hasad kepadanya akan memanen pahala dari orang yang hasad pada hari kiamat.
Masih mau menuruti hawa nafsu tuk terus hasad ??!!
[ Kitabul 'Ilmi kry Syaikh Muhamnad bin Sholeh al-Utsaimin, cetakan Dar ats-Tsuroyya, hal. 72-74 ]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan: “Para ulama menyimpulkan bahwa tidak ada jiwa yang terbebas dari hasad, namun orang yang mulia berusaha menghilangkannya, sedangkan orang yang buruk akhlak akan menampakkannya.”
Para ulama menyimpulkan bahwa sekedar membenci kenikmatan yang ada pada diri orang lain sudah dinamakan hasad. Apalagi bila mengharapkan kenikmatan tersebut hilang darinya, maka ini lebih parah lagi.
Berikut beberapa tanda orang hasad dan beberapa obat penawarnya.
BEBERAPA TANDA ORANG HASAD:
1. Senang dengan kesalahan teman yang ia hasad kepadanya.
2. Senang apabila temannya itu tidak hadir pada urusan yang sedang ia rebutkan bersama.
3. Senang bila temannya digunjing (dighibahi) oleh orang lain.
4. Menjawab dengan sindiran jika ia ditanya tentang temannya itu.
5. Merasa sesak jika temannya itu yang ditanya atau disuruh berbicara di hadapan dirinya.
6. Mengecilkan ilmu dan kedudukan temannya itu.
7. Berusaha untuk mencari kesalahan ketika temannya berbicara dan mengkritiknya.
8. Tidak menyebutkan keutamaan atau suatu faedah darinya.
OBAT PENAWAR HASAD:
1. Mendoakan kebaikan untuk temannya tanpa sepengetahuannya.
2. Berusaha untuk selalu mencintainya dengan bertanya tentang keadaan diri dan keluarganya.
3. Berkunjung ke rumahnya.
4. Tidak rela bila temannya itu digunjing atau dijelek-jelekkan.
5. Lebih mengutamakan temannya itu dari pada dirinya.
6. Meminta pendapat atau nasihat dari temannya.
Berusahalah untuk menjauhinya, tidak ada kata terlambat untuk menuju kebaikan yang berujung kepada surga Allah ar-Rahman. Semoga Allah memudahkan jalan kita semua. Aamiiin.
[Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, karya Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan, hal. 97-103, dll.]
Mereka tidak hasad
1). Umar bin Khottob dahulu sering menemui Ibnu Abbas untuk menanyakan permasalahan agama, padahal umur antara keduanya bagaikan kakek dan cucu.
Ini bisa menjadi contoh bagi para orang tua yang melihat pemuda sekarang yang semangat belajar agama, bila ada ilmu yang baru dan sesuai sunnah, janganlah ia berucap: kamu tahu apa tentang agama? kamu itu masih muda kok mau nasihati yang tua !! kamu itu masih bau kencur ! dll.
Ketahuilah, ilmu tak kenal usia, bila anda mengaku kalah dengan yang masih muda dalam ilmu komputer, matematika, kimia, dll., mengapa anda tidak mau mengalah kepada yang lebih muda dalam urusan agama?!
2). Ibnu Abid-Dunya meriwayatkan dalam kitab ash-Shomtu bahwa dua sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni Sa'ad dan Kholid memiliki permasalahan pribadi, suatu ketika ada seorang mencela Kholid di hadapan Sa'ad, namun Sa'ad tidak ridha dengan hal tersebut dan berkata: "Jaga lisanmu, sesungguhnya perselisihan yang terjadi di antara kami bukan dalam hal agama."
Kalau kita sekarang malah berkata: "Terus hina dia, memang dia demikian dan demikian, dia pantas dikata-katai, dst." Allahul musta'an.
3). Al-Akhfasy seorang pakar nahwu menimba ilmu dari Sibawayh ( pakar nahwu juga ) dalam jangka waktu yang lama, padahal al-Akhfasy lebih tua dari pada Sibawayh, namun ia tidak iri dan dengki dengan Sibawayh dan ia rela merendahkan diri untuk mendapatkan ilmu darinya.
[Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, Syaikh as-Sadhan, 103-108]
Sekali lagi, Mereka Tidak Hasad
1). Imam Ahmad bin Hambal sering berselisih dengan Ishaq bin Rohuyah (Hohaway) rahimahullah dalam beberapa permasalahan, namun hal itu tidak membuat satu sama lain saling hasad dan iri dengki, sebaliknya Imam Ahmad malah memuji dan menyanjung Ishaq. Beliau berkata: "Tidak ada (ulama) yang berhasil sampai Khurasan semisal Ishaq, meski ia berselisih dengan kami dalam beberapa permasalahan, sebab manusia itu akan saling berselisih satu sama lain."
2). Sufyan bin 'Uyainah rahimahullah pernah ditanya suatu permasalahan, dan pada waktu itu ada Ibnu Wahb Syaikh Mesir, namun orang itu tetap bertanya kepada Sufyan. Sufyan paham bahwa ia bersama seorang ulama, maka itu ia sampaikan pertanyaan itu kepada Ibnu Wahb dan berkata: "Beliau ini Syaikh penduduk kota Mesir, beliau memiliki beberapa riwayat dari Ima Malik."
Perhatikanlah, Sufyan tidak cepat-cepat menjawabnya agar tidak diambil alih oleh Ibnu Wahb. Ini menunjukkan penghormatan satu salam lain di antara mereka dan jauhnya mereka dari hasad dan iri dengki.
3). Salamah berkata tentang al-Farro' (pakar nahwu): "Sungguh, aku sangat takjub kepada al-Farro', bagaimana ia memuliakan al-Kisa'i (pakar nahwu), padahal dirinya lebih agung, lebih banyak ilmunya dan lebih tua."
4). Muhammad bin Salaam dan Abu Hafsh rahimahumallah seorang pakar fikih sering berselisih, namun mereka tetap saling mencintai dan bersahabat, perbedaan itu tidak mendorong mereka untuk saling hasad dan iri dengki. adz-Dzahabi rahimahullah bercerita: "Di antara keduanya ada ikatan kasih sayang, persahabatan dan persatuan, padahal madzhab keduanya berbeda."
[Ma'alim fi Thariq Thalab al-'Ilmi, Syaikh as-Sadhan, 106-110]
10 KEBURUKAN DAN BAHAYA HASAD dampak ORANG YANG HASAD
1). Membenci keputusan Allah yang diberikan kepada saudaranya yang ia hasad kepadanya.
2). Melakukan perbuatan melampaui batas kepadanya dan menjauhkan orang lain dari saudaranya tersebut.
3). Hatinya panas membara bak di neraka, merasa sempit sekali meski dunia yang sangat luas.
4). Menyerupai yahudi yang hasad kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
5). Sekuat apapun hasadnya maka tidak bisa mengangkat nikmat yang ada pada saudaranya.
6). Hasad mengurangi kesempurnaan iman.
7). Menyebabkan dirinya tidak mau memohon dan meminta kepada Allah.
8). Meremehkan nikmat Allah yang ada pada dirinya.
9). Hasad akhlak yang sangat buruk.
10). Orang yang dia hasad kepadanya akan memanen pahala dari orang yang hasad pada hari kiamat.
Masih mau menuruti hawa nafsu tuk terus hasad ??!!
[ Kitabul 'Ilmi kry Syaikh Muhamnad bin Sholeh al-Utsaimin, cetakan Dar ats-Tsuroyya, hal. 72-74 ]
(2). TIDAK IKHLAS (RIYA')
Di
antara contoh niat yang tidak baik dalam menuntut ilmu yang dapat
merusak amal perbuatan adalah riya’. Seperti apakah komentar ulama
seputar riya’ dan bagaimana hukumnya? berikut penjelasan ringkasnya.
DEFINISI
1). al-Jurjani rahimahullah mengatakan: “Riya adalah tidak ikhlas dalam beramal dengan memperhatikan selain Allah dalam mengerjakan amalannya itu.”
2). Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah menuturkan: “Batasan riya’ yang dibenci adalah, dalam beramal seseorang menginginkan selain wajah Allah ta’ala , seperti ia ingin orang lain melihat ibadah dan kesempurnaannya, sehingga ia mendapatkan harta, kedudukan atau sanjungan dari mereka.”
3). Ibnu Hajar al-‘Asqolani rahimahullah mengatakan: “Riya’ artinya menampakkan ibadah dengan tujuan agar orang lain melihatnya sehingga mereka memuji orang yang beribadah tersebut.”
Jadi, apabila seseorang menuntut ilmu karena ingin dilihat oleh orang lain, ingin dipuji oleh saudaranya atau ingin mendapat sanjungan, maka niatnya telah rusak. Semoga Allah menjauhkan riya' dari kita. Aamiiin.
HUKUM RIYA’
1). Adz-Dzahabi rahimahullah memasukkan riya’ ke dalam kitabnya yang berjudul al-Kaba’ir (dosa-dosa besar).
2). Sebagaimana Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah (di dalam kitab az-Zawajir) menyebutkan dosa riya’ pada urutan kedua setelah dosa syirik (menyekutukan Allah dalam beribadah).
Kesimpulannya, riya’ merupakan dosa besar yang wajib dijauhi oleh setiap manusia, baik dalam menuntut ilmu maupun ibadah-ibadah yang lainnya.
2). Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah menuturkan: “Batasan riya’ yang dibenci adalah, dalam beramal seseorang menginginkan selain wajah Allah ta’ala , seperti ia ingin orang lain melihat ibadah dan kesempurnaannya, sehingga ia mendapatkan harta, kedudukan atau sanjungan dari mereka.”
3). Ibnu Hajar al-‘Asqolani rahimahullah mengatakan: “Riya’ artinya menampakkan ibadah dengan tujuan agar orang lain melihatnya sehingga mereka memuji orang yang beribadah tersebut.”
Jadi, apabila seseorang menuntut ilmu karena ingin dilihat oleh orang lain, ingin dipuji oleh saudaranya atau ingin mendapat sanjungan, maka niatnya telah rusak. Semoga Allah menjauhkan riya' dari kita. Aamiiin.
HUKUM RIYA’
1). Adz-Dzahabi rahimahullah memasukkan riya’ ke dalam kitabnya yang berjudul al-Kaba’ir (dosa-dosa besar).
2). Sebagaimana Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah (di dalam kitab az-Zawajir) menyebutkan dosa riya’ pada urutan kedua setelah dosa syirik (menyekutukan Allah dalam beribadah).
Kesimpulannya, riya’ merupakan dosa besar yang wajib dijauhi oleh setiap manusia, baik dalam menuntut ilmu maupun ibadah-ibadah yang lainnya.
Semoga Allah memberi kemudahan kepada kita untuk menjauhi riya’ dalam menuntut ilmu. Aamiiin.
(3). BERMAKSIAT KEPADA ALLAH ta'ala
Ibnul
Qayyim rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya ad-Daa' wa ad-Dawaa'
(Racun dan Penawarnya) bahwa maksiat memiliki dampak buruk
yang sangat banyak, tertulis ada 50 dampak buruknya, di antara yang
beliau sebutkan adalah: "TERHALANG DARI ILMU, SEBAB ILMU ADALAH CAHAYA
YANG ALLAH SEMATKAN DI DALAM HATI, SEDANGKAN KEMAKSIATAN DAPAT
MEMADAMKAN CAHAYA TERSEBUT."
Ibnul Qayyim rahimahullah melanjutkan: "Ketika Imam asy-Syafi'i rahimahullah duduk di hadapan Imam Malik (gurunya) rahimahullah dan membacakan sebuah kitab di hadapannya, maka beliau takjub terhadap kecerdasan dan kejelian Imam asy-Syafi'i serta kesempurnaan pemahamannya. Seketika itu beliau berkata seraya menasihati Imam asy-Syafi'i: "SESUNGGUHNYA AKU MELIHAT BAHWA ALLAH TELAH MENGISI HATIMU DENGAN CAHAYA, MAKA ITU JANGANLAH ENGKAU PADAMKAN IA DENGAN GELAP-GULITANYA KEMAKSIATAN."
Demi Allah, saudaraku, ilmu agama adalah cahaya, ia tidak akan dberikan kepada hamba yang durhaka kepada-Nya. Cahaya yang menerangi jalanmu, cahaya yang membimbing langkahmu.
Dengan ilmu engkau dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang haq mana yang batil, mana yang sunnah mana yang bid'ah. Bahkan, dengan ilmu agama, Allah akan mudahkan bagimu jalan menuju surga.
Saudaraku, tuntutlah ilmu, jauhilah durhaka kepada Rabb-mu, semoga Allah memberkahi dan memudahkan jalanmu. Aamiiin.
Ibnul Qayyim rahimahullah melanjutkan: "Ketika Imam asy-Syafi'i rahimahullah duduk di hadapan Imam Malik (gurunya) rahimahullah dan membacakan sebuah kitab di hadapannya, maka beliau takjub terhadap kecerdasan dan kejelian Imam asy-Syafi'i serta kesempurnaan pemahamannya. Seketika itu beliau berkata seraya menasihati Imam asy-Syafi'i: "SESUNGGUHNYA AKU MELIHAT BAHWA ALLAH TELAH MENGISI HATIMU DENGAN CAHAYA, MAKA ITU JANGANLAH ENGKAU PADAMKAN IA DENGAN GELAP-GULITANYA KEMAKSIATAN."
Demi Allah, saudaraku, ilmu agama adalah cahaya, ia tidak akan dberikan kepada hamba yang durhaka kepada-Nya. Cahaya yang menerangi jalanmu, cahaya yang membimbing langkahmu.
Dengan ilmu engkau dapat membedakan mana yang baik mana yang buruk, mana yang haq mana yang batil, mana yang sunnah mana yang bid'ah. Bahkan, dengan ilmu agama, Allah akan mudahkan bagimu jalan menuju surga.
Saudaraku, tuntutlah ilmu, jauhilah durhaka kepada Rabb-mu, semoga Allah memberkahi dan memudahkan jalanmu. Aamiiin.
(4). SOMBONG, CONGKAH, ANGKUH
1). Saudaraku, berhati-hatilah dari sifat sombong, sebab Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengatakan seraya menjelaskan arti kesombongan: “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
2). Abu Hamid al-Ghozzali rahimahullah menjelaskan arti kesombongan, “Merasa diri lebih besar dan memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding orang lain.”
3). Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata: “Hati-hatilah kalian dari racun yang dimiliki orang-orang yang congkah dan angkuh, yakni sifat sombong, sebab kesombongan dan hasad adalah dosa pertama kali yang dengannya Allah didurhakai.”
Beliau rahimahullah juga berututur: “Hati-hatilah engkau, jangan sampai menjadi Abu Syibr (Abu Sejengkal). Sebab ulama mengatakan bahwa ilmu itu terdiri dari tiga jengkal (tingkatan): Siapa yang masuk ke jengkal pertama maka ia akan sombong, siapa yang masuk ke jengkal kedua maka ia akan rendah hati (tawadu’), dan siapa yang masuk ke jengkal ketiga maka ia akan tahu bahwa dirinya banyak tidak tahu (karena saking banyaknya ilmu yang belum dia ketahui).”
Saudaraku, hendaknya kita rendah diri, janganlah menjadi ABU SEJENGKAL, cukuplah hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beserta untaian kalimat ulama di atas menjadi nasihat bagi kita untuk menjauhi sifat sombong. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk menjauhinya. Aamiin.
Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga mengatakan seraya menjelaskan arti kesombongan: “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
2). Abu Hamid al-Ghozzali rahimahullah menjelaskan arti kesombongan, “Merasa diri lebih besar dan memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding orang lain.”
3). Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah berkata: “Hati-hatilah kalian dari racun yang dimiliki orang-orang yang congkah dan angkuh, yakni sifat sombong, sebab kesombongan dan hasad adalah dosa pertama kali yang dengannya Allah didurhakai.”
Beliau rahimahullah juga berututur: “Hati-hatilah engkau, jangan sampai menjadi Abu Syibr (Abu Sejengkal). Sebab ulama mengatakan bahwa ilmu itu terdiri dari tiga jengkal (tingkatan): Siapa yang masuk ke jengkal pertama maka ia akan sombong, siapa yang masuk ke jengkal kedua maka ia akan rendah hati (tawadu’), dan siapa yang masuk ke jengkal ketiga maka ia akan tahu bahwa dirinya banyak tidak tahu (karena saking banyaknya ilmu yang belum dia ketahui).”
Saudaraku, hendaknya kita rendah diri, janganlah menjadi ABU SEJENGKAL, cukuplah hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beserta untaian kalimat ulama di atas menjadi nasihat bagi kita untuk menjauhi sifat sombong. Semoga Allah memberikan kemudahan bagi kita untuk menjauhinya. Aamiin.
(5). SU’UNZHON (BURUK SANGKA)
Di antara penyakit hati yang menjangkiti pada penuntut ilmu adalah sifat buruk sangka (su’uzhon), seperti mengatakan, “si fulan berpuasa agar dipuji,” “si fulanah tidak mengaji kecuali biar dipuji suaranya,” dll. Prasangka dan praduga buruk seperti ini diharamkan di dalam Islam.
Ketahuilah, saudaraku, Allah dan Rasul-Nya melarang kita dari sikap buruk sangka kepada sesama muslim. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan purba sangka, sebab sebagian prasangka merupakan perbuatan dosa.” (QS. al-Hujurat: 12)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Hati-hatilah kalian dari prasangka, sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta cerita.” (HR. Muslim)
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan perihal hadis di atas: “Maksudnya ialah larangan dari berburuk sangka.”
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menuturkan: “Di antara hal yang sepatutnya seorang penuntut ilmu berhati-hati darinya ialah berburuk sangka kepada saudaranya, seperti mengatakan, “ia tidak bersedekah kecuali riya’, siswa itu tidak bertanya melainkan karena riya’, supaya orang lain tahu bahwa dia siswa yang paham.”
Ibnu Hajar al-Haitami rahimahullah mengategorikan buruk sangka ke dalam al-kabaa’ir al-baathinah (dosa besar yang terselubung).
Semoga Allah memudahkan kita untuk berlepas diri dari sifat buruk yang satu ini, yaitu buruk sangka kepada saudara sesama muslim. Hanya kepada Allah semata kita memohon pertolongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar